Senin, 06 Juni 2011

Maksimalkan Peran Guru BK

Banyaknya pelajar yang berkeliaran di pasar, supermarket, plaza, ataupun tempat hiburan di waktu jam sekolah jelas membuat prihatin. Tawuran antarpelajar juga membuat marwah Kota Padang sebagai pusat pendidikan di Sumbar kembali menjadi pertanyaan. Akankah generasi muda yang bekualitas lahir dari pendidikan seperti ini?
Menurut pengamatan Pendidikan dari UNP, Dr Marjohan MPd, tidak tertibnya sikap pelajar saat ini akibat suasana sekolah. Bagi sebagian siswa, sekolah bukan lagi merupakan tempat yang menarik, baik untuk belajar maupun untuk bemain. Sehingga sikap bosan (boring) cepat dialami siswa.
“Akibatnya tempat-tempat hiburan, pasar, supermarket, plaza serta tempat yang sarat dengan keramaian kerap menjadi tongkrongan mereka. Bahkan tempat main bilyar, play station, serta game centre, cukup ramai di datangi pelajar, di saat mereka seharusnya berada di sekolah,” ucapnya, kemarin.
Parahnya, kegiatan tersebut berpotensi menyebabkan tawuran. Apalagi pada saat bersamaan, di tempat yang sama juga ada gerombolan pelajar lainnya yang sedang nongkrong. “Sedikit ejekan dan kata-kata kasar saja, bisa memicu terjadinya tawuran, yang membuat mereka adu jotos,” ucap dosen konseling FIP UNP ini.
Penyebab boringnya pelajar untuk belajar di sekolah, kata Marjohan, disebabkan banyak hal. Di antaranya, cara guru mengajar yang tidak lagi mengutamakan kasih sayang, tetapi cenderung bersikap otoriter. Bahkan kata-kata kasar yang tak pantas diucapkan di muka kelas, sering dikeluarkan juga.
“Kalau alasan keras untuk menegakkan aturan, saya kira alasan itu salah. Kekerasan tidak akan menghasilkan apa-apa selain kekerasan juga. Tegas tidak berarti keras. Mestinya seorang guru harus bertingkah sebagai orangtua bagi murid-muridnya. Timbulkan kesadaran bagi siswa bahwa belajar gunanya untuk mereka, bukan untuk guru ataupun orangtuanya. Sarana sekolah juga harus dioptimalkan,” ungkap mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang ini.
Pakai Surat Izin
Ditemui terpisah, Kabag Tata Usaha SMK Muhammadiyah Khairul Abulis mengungkapkan, untuk keluar dari sekolah pada jam belajar, siswa harus mengantongi surat izin guru piket berisi keperluan siswa, kemana, dan berapa lama. “Jika persentase kehadiran siswa minim, Wakasek Bidang Kesiswaan  bersama timnya akan turun menyisiri Kota Padang, untuk mencari keberadaan siswa yang tidak masuk sekolah. “Kita harus bertegas-tegas, karena pendidikan itu mahal, para siswa harus memanfaatkan kesempatan mengecap pendidikan,” tandasnya.
Bila kedapatan keluyuran atau membolos, maka orangtua siwa akan dipanggil, dan jika tiga kali berturut-turut melakukan kesalahan yang sama, maka mereka diminta membuat surat perjanjian. “Bahkan ada kemungkinan dikembalikan kepada orangtua, jika mereka benar-benar tidak berubah,” tegasnya.
Lain lagi cara SMA 10 Padang, dalam meminimalisir kebiasaan siswa keluyuran pada jam sekolah. Yaitu dengan menciptakan suasana belajar yang aplikatif, serta memberikan ruang mengasah potensi siswa dengan ekstra kulikuler (pengembangan diri), yang hingga saat ini berjumlah sekitar 17 macam.
Tak hanya itu, peran guru Bimbingan Konseling (BK) juga dioptimalkan. Sehingga, jika terdapat siswa yang prestasi belajarnya menurun, dan kedapatan bolos beberapa kali, guru BK akan ambil bagian dalam menguak masalah siswa tersebut. “Biasanya alasan para siswa yang bolos itu karena malas belajar,” ungkap guru BK SMA 10 Zul Emri.
Jika ditilik lebih dalam, ternyata malas tersebut diakibatkan kurangnya motivasi untuk belajar, terutama dari orangtua. Karena, dari temuan Zul Emri, bolosnya seorang siswa karena pengawasan orangtua rendah.
“Ada orangtua yang percaya penuh saja, ketika anaknya pamit ke sekolah. Sehingga tidak mengetahui secara pasti apakah anaknya benar-benar sampai ke sekolah. Padahal idealnya, ada tugas orangtua untuk mengevaluasi keberadaan anaknya di sekolah. Dan sebagai guru BK, kita selalu optimalkan koordinasi dengan orangtua, ujarnya.

2 komentar: